INILAH.COM, Purwakarta - Tahun ini Pemkab Purwakarta akan mengefisiensikan hari sekolah bagi seluruh tingkatan pelajar. Sebelumnya, para siswa ini belajar selama enam hari dari Senin sampai Sabtu. Ke depan, hanya lima hari, yakni Senin hingga Jumat.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan alasan akan diberlakukan efisiensi hari sekolah itu supaya emosional pelajar semakin meningkat. Karena, selama ini konsep pembelajaran yang memakan waktu enam hari itu dinilai sudah menjenuhkan.
"Selama ini, kita sudah mengenal pembelajaran di sekolah itu untuk meningkatkan intelektual siswa. Akan tetapi, pelajaran mengenai kecapakan emosional sering terlupakan. Salah satu indikatornya, maraknya kenakalan yang ditimbulkan pelajar, seperti tawuran, bolos sekolah, dan terlibat kasus kriminal,” jelas Dedi kepada wartawan, Selasa (31/1/2012).
Dedi menyebutkan, dengan banyaknya kasus kenakalan pelajar ini, mengisyaratkan jika pola pendidikan saat ini sudah tidak efektif lagi. Apalagi, semua pihak sudah mengetahui jika hari Sabtu itu, sering tidak ada mata pelajaran yang berbobot. Sehingga ketika siswa tidak belajar atau gurunya tidak ada, mereka suka membolos.
Bukannya pulang ke rumah, mereka justru nongkrong di sejumlah titik keramaian. Gerombolan para pelajar ini memicu terjadinya aksi tawuran sehingga tidak jarang di Purwakarta kasus ini sering terjadi di hari terakhir sekolah (Sabtu).
Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah sudah berupaya untuk menekan kasus kenakalan pelajar ini seperti kebijakan mengenai seragam putih abu-abu yang digunakan siswa SMK se-Purwakarta, supaya tidak ada perbedaan seragam antarsekolah.
Selain itu, dinas terkait juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian. Akan tetapi, upaya itu tetap bukan solusi yang efektif karena kasus tawuran masih sering terjadi. Dengan demikian, lanjut Dedi, perlu ada pembenahan pada tataran emosional setiap siswa.
"Salah satunya, pelajaran mereka dipadatkan selama lima hari. Dua hari mereka libur," tegas Dedi.[jul]
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan alasan akan diberlakukan efisiensi hari sekolah itu supaya emosional pelajar semakin meningkat. Karena, selama ini konsep pembelajaran yang memakan waktu enam hari itu dinilai sudah menjenuhkan.
"Selama ini, kita sudah mengenal pembelajaran di sekolah itu untuk meningkatkan intelektual siswa. Akan tetapi, pelajaran mengenai kecapakan emosional sering terlupakan. Salah satu indikatornya, maraknya kenakalan yang ditimbulkan pelajar, seperti tawuran, bolos sekolah, dan terlibat kasus kriminal,” jelas Dedi kepada wartawan, Selasa (31/1/2012).
Dedi menyebutkan, dengan banyaknya kasus kenakalan pelajar ini, mengisyaratkan jika pola pendidikan saat ini sudah tidak efektif lagi. Apalagi, semua pihak sudah mengetahui jika hari Sabtu itu, sering tidak ada mata pelajaran yang berbobot. Sehingga ketika siswa tidak belajar atau gurunya tidak ada, mereka suka membolos.
Bukannya pulang ke rumah, mereka justru nongkrong di sejumlah titik keramaian. Gerombolan para pelajar ini memicu terjadinya aksi tawuran sehingga tidak jarang di Purwakarta kasus ini sering terjadi di hari terakhir sekolah (Sabtu).
Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah sudah berupaya untuk menekan kasus kenakalan pelajar ini seperti kebijakan mengenai seragam putih abu-abu yang digunakan siswa SMK se-Purwakarta, supaya tidak ada perbedaan seragam antarsekolah.
Selain itu, dinas terkait juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian. Akan tetapi, upaya itu tetap bukan solusi yang efektif karena kasus tawuran masih sering terjadi. Dengan demikian, lanjut Dedi, perlu ada pembenahan pada tataran emosional setiap siswa.
"Salah satunya, pelajaran mereka dipadatkan selama lima hari. Dua hari mereka libur," tegas Dedi.[jul]
Oleh: Asep Mulyana
Minggu, 5 Februari 2012, 20:16 WIB
Minggu, 5 Februari 2012, 20:16 WIB
0 komentar:
Post a Comment