Thursday, 09 February 2012
JAKARTA– Praktik pungutan liar (pungli) dalam proses uji kompetensi guru membuat resah para pendidik tersebut di daerah. Karena itu,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus bisa mengusut oknum pejabat daerah yang melakukan penyimpangan tersebut.
“Hal ini perlu diusut lebih lanjut oleh Kemendikbud agar tidak berkembang menjadi persoalan yang kontraproduktif. Pungutan ini sangat merugikan guru untuk memperoleh hak yang sudah seharusnya diberikan,” tegas Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azwar di Jakarta kemarin. Menurut dia,meski uji kompetensi untuk menjaring guru yang berkualitas, pelaksanaannya harus tetap berlandaskan asas keadilan, sehingga tidak ada penolakan dari guru.
Rully menilai, uji kompetensi merupakan kebijakan yang sangat baik agar guru yang diberikan tunjangan tidak menganggap insentif tersebut hanya sebatas penghasilan tambahan otomatis. Sayangnya, jelas Rully, sertifikasi diberikan tanpa pola yang jelas.Semua guru memiliki akses mudah untuk mendapatkan sertifikasi sehingga disalahgunakan oknum birokrasi.
Menurut politikus Partai Golkar ini, penyimpangan yang dilakukan oknum birokrasi di daerah hampir terjadi di semua program pendidikan. Tidak hanya terjadi pada guru, ujarnya, namun pada dana dekonsentrasi pendidikan dan dana hibah seperti bantuan operasional sekolah (BOS), dana alokasi khusus (DAK), ataupun rehabilitasi sekolah.
“Karena itu, perlu dipisahkan antara tujuan menggelar uji kompetensi dan penyimpangan dalam implementasi. Seharusnya, aparatur pengawasan termasuk inspektorat bekerja lebih keras agar pungutan-pungutan ini tidak terjadi,”tegasnya. Anggota Komisi X DPR Rohmani berpendapat, penjaringan guru berkualitas sebenarnya bisa dilakukan sejak awal perekrutan, dan bukan pada guru yang sudah mengajar.
Selanjutnya, ujar Rohmani, kepada guru yang senior tidak lagi dibebankan uji kompetensi, tetapi harus dibina melalui pendidikan dan pelatihan. Sertifikasi pun,menurut dia, harus diberikan secara otomatis kepada sisa guru yang belum tersertifikasi.“Dan kepada mereka yang sudah menerima harus dilakukan evaluasi secara rutin,”tandasnya.
Rohmani mengatakan, jika dilihat dari latar belakang peraturan perundangan,pemerintah memang memprogramkan kenaikan gaji bagi para guru dengan tunjangan profesi dan tunjangan khusus. Namun, pemerintah menginginkan jika gaji yang besar itu harus diimbangi dengan kinerja bagus.
Karena itu, pemerintah pun memprogramkan sertifikasi bagi guru ini. Padahal, menurut Rohmani, sertifikasi itu seharusnya otomatis diberikan kepada guru. neneng zubaidah
“Hal ini perlu diusut lebih lanjut oleh Kemendikbud agar tidak berkembang menjadi persoalan yang kontraproduktif. Pungutan ini sangat merugikan guru untuk memperoleh hak yang sudah seharusnya diberikan,” tegas Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azwar di Jakarta kemarin. Menurut dia,meski uji kompetensi untuk menjaring guru yang berkualitas, pelaksanaannya harus tetap berlandaskan asas keadilan, sehingga tidak ada penolakan dari guru.
Rully menilai, uji kompetensi merupakan kebijakan yang sangat baik agar guru yang diberikan tunjangan tidak menganggap insentif tersebut hanya sebatas penghasilan tambahan otomatis. Sayangnya, jelas Rully, sertifikasi diberikan tanpa pola yang jelas.Semua guru memiliki akses mudah untuk mendapatkan sertifikasi sehingga disalahgunakan oknum birokrasi.
Menurut politikus Partai Golkar ini, penyimpangan yang dilakukan oknum birokrasi di daerah hampir terjadi di semua program pendidikan. Tidak hanya terjadi pada guru, ujarnya, namun pada dana dekonsentrasi pendidikan dan dana hibah seperti bantuan operasional sekolah (BOS), dana alokasi khusus (DAK), ataupun rehabilitasi sekolah.
“Karena itu, perlu dipisahkan antara tujuan menggelar uji kompetensi dan penyimpangan dalam implementasi. Seharusnya, aparatur pengawasan termasuk inspektorat bekerja lebih keras agar pungutan-pungutan ini tidak terjadi,”tegasnya. Anggota Komisi X DPR Rohmani berpendapat, penjaringan guru berkualitas sebenarnya bisa dilakukan sejak awal perekrutan, dan bukan pada guru yang sudah mengajar.
Selanjutnya, ujar Rohmani, kepada guru yang senior tidak lagi dibebankan uji kompetensi, tetapi harus dibina melalui pendidikan dan pelatihan. Sertifikasi pun,menurut dia, harus diberikan secara otomatis kepada sisa guru yang belum tersertifikasi.“Dan kepada mereka yang sudah menerima harus dilakukan evaluasi secara rutin,”tandasnya.
Rohmani mengatakan, jika dilihat dari latar belakang peraturan perundangan,pemerintah memang memprogramkan kenaikan gaji bagi para guru dengan tunjangan profesi dan tunjangan khusus. Namun, pemerintah menginginkan jika gaji yang besar itu harus diimbangi dengan kinerja bagus.
Karena itu, pemerintah pun memprogramkan sertifikasi bagi guru ini. Padahal, menurut Rohmani, sertifikasi itu seharusnya otomatis diberikan kepada guru. neneng zubaidah
0 komentar:
Post a Comment