Ilustrasi. (Foto: Corbis)
Minggu, 26 Februari 2012 15:55 wib
BALIKPAPAN - Royalti atau pendapatan negara yang lebih besar dari pengelolaan tambang harus diupayakan dalam renegoisasi. Contohnya negara Brasil menikmati pendapatan tambang dari swasta sebesar 85 persen sisanya oleh kontraktor.
"Tapi makin ke sini, IUP itu hanya enam persen royalti, pajak 25 persen. Kalau sekarang ini, yang menikmati hasil pertambangan hanya sebesar 34 Persen, sedangkan kontraktor 66 persen,” jelas Wakil Menteri ESDM, Widjajono Partowidagdo, saat seminar Masa Depan Tambang dan Lingkungan yang diselenggarkan Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Kota Balikpapan, di Hotel Gran Tiga.
Besarnya pendapatan yang diterima kontraktor tambang menjadikan bisnis tambang sebagai bisnis yang menggiurkan. Bahkan, figur orang kaya Indonesia banyak muncul dari sektor pertambangan. "Tidak heran kalau orang terkaya yang dirilis Forbes itu ya itu-itu saja, dari usaha pertambangan,” ujarnya.
Karena itu ke depan, pemerintah harus mendapat fiskal yang lebih baik dari sektor pertambangan, termasuk migas. Pemda juga harus pahami soal bagaimana mengeluarkan kebijakan tambang yang baik dan dapat diterima masyarakat. "Kita harus fair kalau kita jujur terbuka, selesaikan masalahnya akan lebih mudah,” ucapnya.
Sementara Direktur Pembinaan pertambangan Kementerian ESDM Edi Prasojo mengatakan, paradigma Indonesia negara kaya SDA harus dihilangkan. SDA yang tidak diperbarui ini akan menjadikan cadangan SDA kan lebih cepat habis bisa tidak dikendalikan dan dikelola lebih baik.
"Cadangan batu bara kita itu hanya dua persen dari cadangan dunia, tapi produksi kita nomor enam di dunia dan ekspor batu bara kita nomor dua di dunia,” ungkapnya.
“Karena itu, kita harus bijaksana mengatur soal SDA pertambangan ini namun di sisi Direktorat Minerba ESDM, dipatok target pendapatan di luar migas sebesar Rp108 triliun. Kalau dibanding target dari sektor lain memang kontribusi kita besar sekali,” pungkasnya. (wdi).
"Tapi makin ke sini, IUP itu hanya enam persen royalti, pajak 25 persen. Kalau sekarang ini, yang menikmati hasil pertambangan hanya sebesar 34 Persen, sedangkan kontraktor 66 persen,” jelas Wakil Menteri ESDM, Widjajono Partowidagdo, saat seminar Masa Depan Tambang dan Lingkungan yang diselenggarkan Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Kota Balikpapan, di Hotel Gran Tiga.
Besarnya pendapatan yang diterima kontraktor tambang menjadikan bisnis tambang sebagai bisnis yang menggiurkan. Bahkan, figur orang kaya Indonesia banyak muncul dari sektor pertambangan. "Tidak heran kalau orang terkaya yang dirilis Forbes itu ya itu-itu saja, dari usaha pertambangan,” ujarnya.
Karena itu ke depan, pemerintah harus mendapat fiskal yang lebih baik dari sektor pertambangan, termasuk migas. Pemda juga harus pahami soal bagaimana mengeluarkan kebijakan tambang yang baik dan dapat diterima masyarakat. "Kita harus fair kalau kita jujur terbuka, selesaikan masalahnya akan lebih mudah,” ucapnya.
Sementara Direktur Pembinaan pertambangan Kementerian ESDM Edi Prasojo mengatakan, paradigma Indonesia negara kaya SDA harus dihilangkan. SDA yang tidak diperbarui ini akan menjadikan cadangan SDA kan lebih cepat habis bisa tidak dikendalikan dan dikelola lebih baik.
"Cadangan batu bara kita itu hanya dua persen dari cadangan dunia, tapi produksi kita nomor enam di dunia dan ekspor batu bara kita nomor dua di dunia,” ungkapnya.
“Karena itu, kita harus bijaksana mengatur soal SDA pertambangan ini namun di sisi Direktorat Minerba ESDM, dipatok target pendapatan di luar migas sebesar Rp108 triliun. Kalau dibanding target dari sektor lain memang kontribusi kita besar sekali,” pungkasnya. (wdi).
0 komentar:
Post a Comment